Berbicara di Jogja. Digital Training For Destination In Indonesia
By Nico Wijaya - November 17, 2015
Minggu lalu, berkesempatan untuk sharing di Workshop Digital Training For Destination In Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementrian Pariwisata bekerja sama dengan TripAdvisor. Peserta yang hadir sebagian besar adalah pelaku industri perhotelan dan penggiat pariwisata di Jogja. Di situ, kapasitas gw berbicara sebagai Travel Blogger. Memberi sedikit insight, pertimbangan apa bagi seorang pelancong ketika memutuskan untuk ke tujuan wisata tertentu. Dan bagaimana peran social media dalam mempromosikan pariwisata itu sendiri.
Dari sekitar 50 slide, yang isinya berupa foto-foto dan satu video, gw banyak bercerita tentang beberapa daerah yang mencoba menghidupkan pariwisatanya dengan menawarkan beberapa atraksi budayanya dan keindahan landscape alamnya. Dari foto-foto tersebut, gw ceritakan kembali seperti apa keadaan di sana dan bagaimana menuju ke sana.
Sempat pula gw sampaikan kekhawatiran gw dengan kota Jogjakarta. Memang, Jogjakarta bisa dikatakan beruntung bila dibandingkan dengan kota-kota lain. Jogja sudah digariskan memiliki nilai histori yang lebih kaya dan menarik. Ambil contoh kecil saja seperti Borobudur, Prambanan dan Kraton Jogjakarta. Tanpa perlu promosi yang greget, semua orang sudah mengenalnya. Tapi, ini terkadang membuat zona nyaman bagi pelaku pariwisata dan orang Jogja khususnya. Zona nyaman yang membuat alpa dalam menjaga warisan budaya tersebut. Contoh yang gw ambil, batik dan membuat keris. Batik jogja memiliki banyak motif dan menarik dipelajari bagi wisatawan. Sebuah pengalaman tersendiri ketika wisatawan mempelajari bagaimana membatik.
Membuat keris juga begitu. Tidak sembarang orang yang benar-benar mengerti cara membuat keris. Seperti Batik, Keris memiliki banyak pola garis atau lengkungan yang disebut dengan Pamor. Setiap Pamor dibuat dengan khusus dan seperti Batik, proses pembuatannya merupakan pengalaman yang mewah bagi wisatawan. Setidaknya, ini bisa menjadi atraksi budaya yang bisa menarik wisatawan dan juga menjaga kelestarian budaya kita.
Kekhawatiran ini gw sampaikan karena melihat Jogja yang sekarang lebih banyak Mall. Juga ketika beberapa waktu lalu mendengar Mpu Jiwo(Sang Mpu pembuat keris generasi ke-20 dari Majapahit, pernah gw tulis di blog ini) meninggal dunia. Gw ga tau siapa yang meneruskan Mpu Djiwo dalam membuat keris, karena memang benar-benar ngga semua orang mampu untuk membuat keris tersebut.
Hadir juga memberikan materi, Bapak Noviendi Makalam, asisten Deputi Pengembangan Komunikasi Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementrian Pariwisata RI. Beliau menyampaikan beberapa strategi Kementrian Pariwisata untuk mempromosikan Indonesia. Banyak hal menarik yang gw dapatkan dari paparannya. Tentang target wisatawan yang ditargetkan oleh Jokowi hingga beberapa daerah yang belum bisa rukun duduk satu meja untuk mempromosikan daerahnya.
Sedangkan Matthew Zato, Sales Manager Destination Marketing Southeast Asia TripAdvisor, lebih banyak berbicara tentang TripAdvisor. Data-data statistik dari pengakses TripAdvisor yang mencari tentang Indonesia. Perilaku pengakses TripAdvisor yang ingin berlibur ke Indonesia, mereka maunya apa saja, seperti apa hotel yang dicari dan atraksi apa.
Itu sedikit cerita tentang Jogja beberapa waktu yang lalu. Seperti kebanyakan orang yang berkunjung ke Jogja, setiap sudut di Jogja memiliki kenangan tersendiri :)